“Syair Madura”, Curahan Hati Seorang Santri Bernama As’ad

SYAMSUL A. HASAN Rabu, 6 Desember 2017 08:37 WIB
17405x ditampilkan Wasiat Kyai Berita

Syair yang ditulis dengan huruf Arab ini berbahasa Madura. Sekitar 232 baris. Syair ini ditulis pada bulan Ramadlan tahunnya tidak disebutkan. Di permulaan syair ini diceritakan, Kiai As’ad menulis pada waktu liburan Ramadlan, di saat teman-temannya pulang. Untuk mengisi waktu luang inilah ia (yang saat itu masih nyantri) menulis syair ini. Karena itu, dalam kata pengantar syairan ini,  KHR. Ach. Fawaid, memperkirakan syair ini ditulis pada tahun 1922.

Buku ini bisa memberikan informasi, Kiai As’ad pun ternyata seorang penyair dan memiliki rasa seni. Buku ini hanyalah sebagian kecil hasil karya seninya, yang sempat dibukukan—atau memang yang sempat kami temukan.  Buku ini juga menandakan Kiai As’ad sebagai seorang pengamat sosial, khususnya masalah remaja, disertai petuah-petuah yang tidak terlalu menggurui namun diselingi dengan humor yang cukup segar.

Jangan heran, ketika Anda membaca atau mendengar syair-syair Madura ini, pasti dijamin ketawa dan terhibur. Tentu, asalkan Anda mengerti bahasa Madura. 

Di antara isinya: sekilas identitas penyair, nasihat-nasihat buat kawula muda dari tata cara berguru, kondisi bujangan (yang saat tidur berselimut “kain tak bernyawa”,  walaupun berbantal guling  tapi tak ada “rasanya”, dan akh…betapa merananya saat sakit karena tak ada yang melayani apalagi teman bermanja!), sampai tata cara memilih jodoh.

Dalam memilih jodoh Kiai As’ad menekankan agar mencari istri yang bagus akhlaknya dan baik hatinya. Siapa? Dialah perempuan yang bertaqwa; patuh kepada guru, taat sama orang tua (termasuk mertua), dan setia pada suami. Perempuan yang bersih berpakaian dan rapi rumah tangganya. Di samping itu perempuan yang mampu memimpin anak-anaknya.

Sedangkan dalam masalah tata cara nyantri, Kiai As’ad menganjurkan sebelum belajar agar orang tua dan anaknya menghadap guru, pasrah dunia akhirat. Dalam pergaulan sehari-hari, si santri hendaklah bersikap tenang, berpakaian sederhana, tak suka guyon namun selalu tersenyum, jarang berbicara tapi selalu berkata yang baik, rajin belajar, dan sering membaca Al-Qur’an.

Yang tak kalah menariknya, Kiai As’ad menganjurkan agar kita menjaga kesehatan (bahkan wajib menyediakan obat-obatan dan mengetahui ilmu kesehatan). Mengapa kita harus menjaga kesehatan? Menurut Kiai As’ad, karena taqwa dan beribadah membutuhkan badan yang kuat dan sehat.

Buku Syair karya Kiai As’ad ini menarik untuk dikaji. Buku ini sekarang dalam kajian para dosen yang tergabung dalam “Pusat Pengembangan Psikologi dan Konseling Berbasis Pesantren”. Dalam memilih calon istri, Kiai As’ad menyebutkan,  memimpin yang bagus anak-cucunya (mimpin se begus anak potonah). “Nah, ini dapat dijawab dengan pendekatan psikologi,” ujar salah seorang dosen.

Nilai-nilai yang terkandung dalam syair tersebut dapat dilihat dari perspektif konseling perkawinan. Karena itu, buku syair karya Kiai As’ad ini dapat dijadikan sebagai pengembangan pada matakuliah BK Perkawinan dan BK Keluarga yang diajarkan di Fakultas Dakwah. Apalagi buku Syair Kiai As’ad ini ditambah dengan kitab “Zadu al-Zaujayn”, sebuah buku petunjuk berkeluarga berbahasa Indonesia karya Nyai Zainiyah As’ad. Sehingga Fakultas Dakwah IAII memiliki model BK Perkawinan dan BK keluarga yang berwawasan kearifan lokal Pesantren Sukorejo.